Sabtu, 08 Mei 2010

"Penumpang Gelap di Gerbong Dakwah"

Layaknya sebuah perjalanan kereta dengan gerbong yang besar dan panjang. Mungkin isinya tidak sekedar penumpang kelas satu. Bisa jadi akan ada penumpang tanpa kacis, mereka yang sekedar menumpang, pedagang asongan, pengemis, bahkan pencopet.

Begitu pula dakwah ini. Ketika keterbukaan menjadi pilihan, konsekuensi logis harus menjadi pertimbangan. Saat era jamahiriyah digemakan. Mau tidak mau dakwah harus menerima berbagai macam profil manusia yang ada di masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kemudian dakwah memposisikan mereka semua sesuai kapasitasnya masing-masing?

Setiap perjalanan memiliki tabiatnya sendiri. Hal tersebut tak lain gambaran realitas. Dakwah adalah sebuah perjalanan panjang. Ia memiliki arah dan tujuan yang harus ditempuh. Boleh jadi umur generasi tidak mencukupi kesempatan memperoleh tujuan tadi. Sehingga dakwah mengalir melintasi zaman. Tabiat perjalanan mengisyaratkan kepada kita bahwa ada berbagai jenis manusia yang menyikapi perjalanan. Ada mereka yang yakin akan sampai pada tujua sehingga mampu bersabar. Ada mereka yang keyakinannya kecil tapi masih setia. Ada mereka yang tidak tahu kemana yang penting ikut saja. Ada pula mereka yang tetap di dalam tetapi mulai iseng, tidak mengikuti aturan. Ada juga mereka yang ingin bermain-main dengan waktu, sehingga keluar sebentar untuk melihat dunia luar. Ada pula mereka yang berlagak mengikuti perjalanan, tapi bermaksud mengacaukan, selalu mengkritik bahkan menarik orang lain untuk keluar.

Begitulah. Saat peluit perjalanan dibunyikan. Kereta dakwah melaju dengan gerbong-gerbong besar dan panjang. Di dalamnya boleh jadi kita menemukan berbagai jenis penumpang. Bagi mereka yang menjadi pelopor keberangkatan, mereka para sabiqunal awalun, mereka tak lain adalah penumpang kelas satu. Mereka yang pertama kali mengajak orang untuk bergabung kepada perjalanan dakwah maka tidak ada balasan kecuali keridhaan Allah dan keindahan surga-Nya. Begitu juga dengan mereka yang menjadi pengikut setia di belakang para sabiqunal awalun tadi. Mereka adalah penumpang kereta dakwah yang baik. Mereka akan mendapat bagian yang sama dengan apa yang didapat orang-orang sebelum mereka. Firman Allah SWT: “dan sabiqunal awalun di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah tidha kepada mereka dan mereka pun ridga kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka ekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah:100)

Para penumpang gelap

Selain sabiqunal awalun dan pengkut setianya. Ada pula “para penumpang gelap” perjalanan dakwah. Mereka ikut dalam perjalanan dakwah, ada di gerbong-gerbong besar dan panjang ini. Tapi mereka bukanlah penempuh perjalanan sejati. Setidaknya ada beberapa karakter mereka yang bisa kita waspadai.

Pertama, aq-qai’diin. Mereka yang duduk-duduk saja dan orang-orang yang bersamanya. Kalimat aq qai’diin di sini diambil dari ayat Allah dalam surat At Taubah:”…berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta rasul-Nya. Niscaya orang-orang yang sanggup diantara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: biarkan kami bersama orang-orang yang duduk.” Merekalah yang tidak menemukan kebahagiaan aktivitas dakwah. Mereka tidak mengerti seberapa besar kenikmatan beriman dan berjihad. Mereka hanya mementingkan “status” dakwah sebagai tameng seolah-olah mereka adalah orang yang alim lagi shalih. Jasad mereka sebenarnya mampu menanggung beban, tapi batin mereka terlalu kerdil. Mereka akan segera taat pada hal-hal yang mereka sukai. Namun mereka akan bermalas-malasan pada hal-hal yang mereka benci. Apabila dihadapkan pada suatu ujian untuk melakukan sesuatu hal yang tidak mereka sukai, sekalipun di dalamnya ada kemaslahatan bagi jama’ah dakwah. Mereka akan berpaling sambil memberi alasan atau mereka mentaatinya dengan terpaksa dan hati yang kesal.

Hati mereka lambat laun akan terkunci mati dari keindahan perjalanan dakwah menuju Allah ini. Bukan mustahil mereka tergoda dengan rayuan untuk keluar dari perjalanan dakwah sejauh itu bisa bermanfaat bagi diri mereka sendiri.

Kedua. Mencampur adukkan antara amal shalih dengan keburukan. Inilah kelompok penumpang yang jatuh pada percampuran berbahaya. Salah satu kakinya menapak di bumi dakwah. Sedangkan kaki yang lain menginjak pada hal-hal yang berbau maksiat, cita-cita duniawi dan impian yang panjang. Merekalah orang-orang yang belum memurnikan langkah. Mereka tidak tahu bahwa dunia itu mimpi. Sedangkan igauan mimpi adalah menipu. Mereka merasa bahwa umur selalu bertambah. Padahal setiap nafas yang terhembus selalu mengurangi kesempatan hidup. Mereka masih gemar mabuk harta dan kehormatan dunia. Hal yang bisa membuat mereka gontai dari jalan dakwah.

Mereka hadir dalam tarbiyah dan menjadi bagian pembinaan. Namun mereka justru lebih banyak melelahkan para murabbi dan membebani dengan beban yang berat. Kadang mereka lebih sering membuat malu ketimbang menghadirkan prestasi. Meski demikian, kita sangat berharap mereka bertaubat kepada Allah. Semoga Allah mengampuni mereka semua yang melakukan hal demikian. Karena Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Firman Allah: “dan (ada pula) orang-orang yang mengakui dosa mereka, mencampur baurkan amal shalih dengan amal buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS: At-Taubah: 102)

Berkah Tarbiyah

Salah satu ciri khas Bani Israil adalah melanggar kesepakatan, mengkhianati janji, tidak mau taat, lari dari kewajiban, kalimat yang tidak bisa dipegang dan berpaling dari kebenaran yang nyata. Akan tetapi karakter ini juga merupakan tabiat setiap jamaah yang belum matang pendidikan imannya. Ia adalah tabiat umat manusia pada umumnya. Tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali tarbiyah imaniyah yang tinggi, lama dan dalam pengaruhnya. Oleh karena itu, tabiat ini harus diwaspadai oleh para pimpinan. Diperhitungkan dalam perjalanan dakwah yang berat: agar tidak dikejutkan dengan kemunculannya sehingga tidak mampu mengatasinya. Imam Asy Syahid Hasan An Banna menjelaskan. “Takwin (pembentukan): dengan cara menyeleksi unsur-unsur yang layak untuk mengemban semua beban jihad dan memadukan sebagiannya dengan sebagian yang lain.” (Risalah Ta’lim, Hasan al-Banna)

Semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada jalan dakwah yang lurus. Semoga Allah senantiasa membersihkan hati-hati kita dari kesempatan untuk berbuat maksiat (baik yang disengaja maupun tidak, yg tidak disadari maupun tidak, yang merasa melegalkan sendiri, dll) dan melanggar ketaatan. Semoga Allah menurunkan berkah-Nya dari langit, mengeluarkannya dari perut bumi, mendekatkannya dari keajuhan. Berkah yang melimpah untuk para dai yang setia. Aamiiin…

Ya Robb, sekali lagi Jangan jadikan hamba dan teman2 hamba sebagai penumpang gelap di gerbong Dakwah ini... dan Kuatkan kami di JalanMu....

Wallahu a’lam….

Dikutip dari : Al-Izzah No. 12/Th. 4/1-28 Februari 2005



Tidak ada komentar: